Article Detail

PBR DI DESA TEMBI

Kegiatan Pembelajaran Berbasis Riset siswa kelas depan Balumpa, Pendet dan Lumense berada di dusun Tembi Desa Wisata tepatnya dusun Tembi desa Timbulharjo Sewon Bantul. Kegiatan ini adalah salah satu bentuk usaha untuk mendidik seluruh siswa kelas 8 menjadi pribadi – pribadi yang berkarakter dan berkualitas. Para siswa diharapkan menjadi pribadi yang  bertanggung jawab dan cakap dalam berinteraksi sosial dan mampu menggali nilai – nilai hidup dalam seluruh aktivitas di lingkungan sekolah, sehingga pada akhirnya mampu menghargai kemajemuk-an dalam masyarakat luas.

Desa wisata Tembi yang berjarak kurang lebih 8,5 km dari pusat kota Yogyakarta dan bisa di tempuh dengan hanya 15 menit menggunakan angkutan umum, sampailah kita ke desa Tembi. Dari cerita Bapak Endah Harjanto, si empunya homestay 42 tempat kami menginap kemarin, diceritakan awal mula keberadaan Desa wisata Tembi ini, pada tahun 1994 seorang warganegara Australia, bernama Warwick  Pursen Larsen yang sangat peduli dengan pesona alam pedesaan di wilayah Tembi. Kepedulian tersebut seperti gayung bersambut dengan Menteri Kebudayaan Indonesia waktu itu, yang melihat potensi Desa  Tembi sebagai desa yang asri cocok untuk homestay dan sentra kerajinan. Maka desa Tembi pun di resmikan menjadi salah satu destinasi wisata di Yogyakarta yaitu sebagai Desa Wisata Tembi. Namun desa Tembi yang sudah tertata rapi mengalami porak poranda ketika terjadi gempa hebat akibat meletusnya gunung Merapi pada tahun 2006, yang  menjadikan sebagian rumah warga rata dengan tanah. Untunglah ada sebuah bank swasta besar yang peduli akan kelestarian desa wisata, sehingga semua warga desa Tembi bangun dari keterpurukan dan membangun kembali desanya menjadi desa wisata yang sekarang ini.

Sebagai salah satu soko guru kebudayaan jawa kota Yogyakarta dan sekitarnya banyak menyimpan jejak-jejak sejarah kebudayaan Jawa. Salah satunya adalah Desa Tembi, pada masa lalu, dusun Tembi merupakan tempat abdi dalem katemben yang tugasnya menyusui anak-anak dan kerabat raja. Barangkali, itulah sebabnya desa ini disebut desa Tembi. Berkat latar belakang itu pula, hingga sekarang masih saja ada semacam kepercayaan bahwa dengan berkunjung ke Tembi, seseorang bisa mendapatkan kemuliaan bak keluarga raja tempo dulu.

Tiga hari di Tembi sungguh kami merasa diterima dengan baik menjadi bagian dari keluarga masyarakat Tembi. Hari pertama kami setelah dinamika kelompok setelah serah terima dari sekolah yang diwakili Bapak Yoseph Yudha Ardi dan di terima oleh Bapak Dawud Subroto, kami langsung di ajak untuk melihhat beberapa obyek rset yang mungkin bisa menjadi pilihan riset kami.

TEMBI          TEMBI

Kami dikenalkan dengan para Ibu Nunik pembuat kerajinan gerabah dengan kombinasi pelepah pisang. Juga tempat Bu Lastri pembuat mainan kertas dan juga kerajinan kulit telur untuk gerabah di tempat Pak Bambang Tri dan pembuat tempe Ibu Suriah. Sampai menjelang Magrip kami selesai. Setelah mandi dan istirahat sebentar di home stay kami makan malam dan ikut sarasehan budaya di Joglo Bambu Tembi Desa Wisata. Hadir di tengah – tengah kami Bapak Jumakir sebagai nara sumber dari Lembaga Studi Jawa yang berbagi tentang adat istiadat masyarakat desa di Yogyakarta. Bapak ini sengaja dihadirkan untuk menjadi nara sumber riset kami.  Yang menarik adalah kami dikenalkan dengan seluk beluk rumah adat Jogja dan filosofinya. Ternyata rumah dalam tradisi Jawa  begitu luar biaya kaya kan nilai – nilai hidupyang begitu adi luhung.  Setelah Pak Jumakir nara sumber berikutnya adalah Bapak Drs. Prasetyo Atono Sutejo yang menceritakan tentang keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta.

TEMBI          TEMBI

Hari kedua kami berproses di kerajinan gerabah. Setelah kami jalan selusur desa kami di ajak untuk berproses sambil riset tentang membuat kerajinan gerabah. Ingatan kami tentang membuat gerabah adalah seperti ketika nonton film Ghost. Pokoknya asyik dan seru, apalagi Mbak Sarti perajin yang kami wawancarai dan mengajari kami membuat gerabah orangnya sangat asyik. Setelah itu akmi di ajak ke tempat Pak Mardi yang biasa masih mencintai alat pertanian tradisional uuntuk mengolah lahan sawahnya dengan kerbau dan bajaknya. Asyiknya lagi kami boleh ikut mencoba membajak di sawah bersama kerbau kesayangan Pak Mardi.

TEMBI          TEMBI

Di malam harinya kami dikumpulkan untuk menyiapkan laporan riset kami di jolo bambu Desa Wisata Tembi dan kemudian untuk esok harinya kami sudah berkemas dan berpamitan untuk pulang kembali dan menyiapkan kembali tugas belajar kami.


==Alexander Estu Pramana, S.Pd.==
Comments
  • there are no comments yet
Leave a comment