Article Detail
Berawal dari Pengalaman Pribadi, Mereka Ciptakan Sarung Tangan Penerjemah Bahasa Isyarat
LPSN, Jakarta - Berawal dari pengalaman pribadi mereka melihat adanya miskomunikasi antara seorang tunawicara dengan petugas di halte transjogja, membuat hati mereka tergugah dan menciptakan sebuah alat sarung tangan untuk menerjemahkan bahasa isyarat bagi penyandang tunawicara.
Sebuah alat yang mereka presentasikan dalam Lomba Penelitian Siswa Nasional SMP 2017 dengan judul penelitian ‘Sarung Tangan Penerjemah Bahasa Isyarat Tunawicara Berbasis Arduino’. Tim yang terdiri dari Reynard Ardian Simanjuntak, Christopher Marcellino, dan Gerardus Fandy Gunawarman Putra mewakili Provinsi D.I Yogyakarta dan mengikuti bidang lomba Ilmu Pengetahuan Teknik dan Rekayasa.
“Awalnya karena pengalaman pribadi kami, melihat seorang tunawicara kebingungan di halte transjogja. Petugas halte pun juga tidak bisa memahami dengan baik apa yang disampaikan oleh seorang tunawicara tersebut ketika menanyakan sesuatu. Di situlah hati kami tergugah dan mulai menciptakan alat ini,” ujar Reynard, siswa dari SMP Stella Duce 1 Yogyakarta.
Diperlukan riset yang cukup lama untuk menjadikan sarung tangan ini berfungsi dengan baik. Mereka mencoba dan terus mencoba dalam kurun waktu enam bulan terhitung sejak Maret 2017.
“Kami melakukan riset dan pendalaman dalam perakitan dalam kurun waktu enam bulan di awal bulan Maret 2017. Memang masih perlu penyempurnaan lagi dengan menambahkan fitur-fitur bahasa isyarat berupa idiom. Karena yang berlaku masih dalam bentuk alfabet, dan ofisial bahasa isyaratnya menggunakan bahasa isyarat Amerika,” sahut Christopher yang ditemui di sela-sela Pameran Kreativitas dan Inovasi LPSN SMP 2017.
Dengan menampilkan penelitian mereka di LPSN SMP ini, mereka semakin bersemangat untuk menjadikan sarung tangan ini lebih sempurna lagi. Ditambah dengan respon positif yang juri berikan ketika mereka memaparkan sarung tangan ini menambah motivasi mereka untuk terus menumbuhkan rasa kreativitas dan inovasi dalam ilmu pengetahuan.
“Dengan respon juri yang mendukung kami, kami cukup senang, terlebih lagi juri sangat bangga kepada kami karena masih dalam tingkat SMP sudah bisa merakit alat ini. Walaupun di saat presentasi para juri sempat bertanya untuk memastikan latar belakang kami menguasai atau tidak, memastikan kalau alat ini buatan kami sendiri bukan dibuatkan,” tutup Fandy yang bercita-cita menjadi seorang dokter dan peneliti ini.
Besar harapan mereka bahwa sarung tangan yang mereka rakit mampu berguna untuk para penyandang tunawicara dan dapat diproduksi masal dan dipasarkan ke seluruh Indonesia.
Sebuah alat yang mereka presentasikan dalam Lomba Penelitian Siswa Nasional SMP 2017 dengan judul penelitian ‘Sarung Tangan Penerjemah Bahasa Isyarat Tunawicara Berbasis Arduino’. Tim yang terdiri dari Reynard Ardian Simanjuntak, Christopher Marcellino, dan Gerardus Fandy Gunawarman Putra mewakili Provinsi D.I Yogyakarta dan mengikuti bidang lomba Ilmu Pengetahuan Teknik dan Rekayasa.
“Awalnya karena pengalaman pribadi kami, melihat seorang tunawicara kebingungan di halte transjogja. Petugas halte pun juga tidak bisa memahami dengan baik apa yang disampaikan oleh seorang tunawicara tersebut ketika menanyakan sesuatu. Di situlah hati kami tergugah dan mulai menciptakan alat ini,” ujar Reynard, siswa dari SMP Stella Duce 1 Yogyakarta.
Diperlukan riset yang cukup lama untuk menjadikan sarung tangan ini berfungsi dengan baik. Mereka mencoba dan terus mencoba dalam kurun waktu enam bulan terhitung sejak Maret 2017.
“Kami melakukan riset dan pendalaman dalam perakitan dalam kurun waktu enam bulan di awal bulan Maret 2017. Memang masih perlu penyempurnaan lagi dengan menambahkan fitur-fitur bahasa isyarat berupa idiom. Karena yang berlaku masih dalam bentuk alfabet, dan ofisial bahasa isyaratnya menggunakan bahasa isyarat Amerika,” sahut Christopher yang ditemui di sela-sela Pameran Kreativitas dan Inovasi LPSN SMP 2017.
Dengan menampilkan penelitian mereka di LPSN SMP ini, mereka semakin bersemangat untuk menjadikan sarung tangan ini lebih sempurna lagi. Ditambah dengan respon positif yang juri berikan ketika mereka memaparkan sarung tangan ini menambah motivasi mereka untuk terus menumbuhkan rasa kreativitas dan inovasi dalam ilmu pengetahuan.
“Dengan respon juri yang mendukung kami, kami cukup senang, terlebih lagi juri sangat bangga kepada kami karena masih dalam tingkat SMP sudah bisa merakit alat ini. Walaupun di saat presentasi para juri sempat bertanya untuk memastikan latar belakang kami menguasai atau tidak, memastikan kalau alat ini buatan kami sendiri bukan dibuatkan,” tutup Fandy yang bercita-cita menjadi seorang dokter dan peneliti ini.
Besar harapan mereka bahwa sarung tangan yang mereka rakit mampu berguna untuk para penyandang tunawicara dan dapat diproduksi masal dan dipasarkan ke seluruh Indonesia.
Comments
-
there are no comments yet
Leave a comment