Article Detail

among – methode sebagai upaya pendampingan murid di sekolah

Among – methode sebagai upaya pendampingan murid di sekolah

 

 Memprihatinkan! Peristiwa kekerasan yang melibatkan pelajar di Yogyakarta kembali marak dan pelakunya ada yang masih anak anak. Di awal bulan puasa ini misalnya, Polisi berhasil menangkap pelaku kekerasan jalanan atau klitih di Bumijo, Sebanyak 15 pelaku kekerasan jalanan (klithih) dengan bersama-sama melakukan penganiayaan terhadap korban anak N (16) warga Rotowijayan, Kadipaten, Kemantren Kraton, Yogyakarta telah diamankan Polresta Yogyakarta. Pelaku terdiri enam orang dewasa dan sembilan anak yang berkonflik dengan hukum ; Modus operandi dari saling kejar- kejaran antara rombongan korban dengan rombongan pelaku. Kemudian para pelaku menghadang dan melempar batu ke arah badan korban yang mengakibatkan korban oleng dan terjatuh, terang Kapolda DIY Irjen Pol Suwondo Nainggolan SIK MH dalam Jumpa Pers Kasus Pengeroyokan, Minggu (26/3) sore (KR 27 Maret 2023 )

 Menanggapi kian maraknya kejahatan jalanan ini Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X ketika ditemui wartawan di Gedung DPRD DIY, meminta pihak Kepolisian menindak tegas pelaku kejahatan jalanan yang akhir-akhir ini kembali terjadi di wilayah DIY. Di sisi lain, Sultan juga mempertanyakan bagaimana komunikasi orangtua dengan anak yang menjadi pelaku kejahatan jalanan atau yang sering disebut dengan istilah klithih di masyarakat tersebut. "Saya meminta polisi untuk bekerja sama mengambil tindakan hukum saja. Kalau itu dilakukan ya harus konsisten," tandas Sultan. (KR 28 Maret 2023)

Senada dengan yang disampaikan Sri Sultan Kapolda DIY Irjen Pol Suwondo Nainggolan, S.I.K. MH dalam Dialog Ramadan bertema   Mewujudkan Masyarakat Yogyakarta Tertib, Aman dan Damai' yang diadakan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) DIY memberi tanggapan bahwa pemberantasan kejahatan tak melulu dilakukan melalui pendekatan penindakan, melainkan perlu diupayakan pencegahan (preemtif dan preventif) agar masyarakat tidak menjadi korban kejahatan maupun pelaku kejahatan. Selain itu, akar persoalannya juga harus diselesaikan dan itu membutuhkan peran aktif semua elemen, baik pemerintah, aparat keamanan, masyarakat dan keluarga. ( KR 29 Maret 2023 )

Belajar dari maraknya tindakan kekerasan oleh pelajar ini dan senada dengan yang disampaikan Kapolda tentang upaya preemtif dan preventif, maka pihak sekolah juga menjadi elemen penting untuk mendukung upaya ini. Selain upaya yang paling awal yakni ritual mendamaikan pihak yang terlibat dalam kekerasan, sekolah tempat para pelajar ini menimba ilmu juga perlu dilibatkan. Upaya antisipasi ini menuntut pembelajaran bersama antar sekolah dan antar siswa tentang pentingnya membangun sikap damai dan menghargai individu itu sebagai makhluk bermartabat, bukan benda atau barang yang bisa dirusak setiap saat.  Yang dibutuhkan adalah penguatan pendidikan karakter baik di keluarga maupun di sekolah. Pendidikan karakter yang efektif akan terjadi ketika setiap individu dalam lembaga pendidikan merasa aman dan nyaman bersekolah. Berkurangnya perasaan aman dan nyaman berimbas pada turunnya prestasi akademis peserta didik. Peserta didik juga tidak dapat belajar dengan baik karena selalu dihantui rasa cemas akan keselamatan mereka apakah mereka saat berangkat atau pulang sekolah. Sebaliknya perasaan aman dan nyaman akan muncul bila setiap individu yang menjadi anggota komunitas sekolah merasa dihargai, dimanusiakan martabatnya, dan dianggap bernilai kehadiran dan keberadaan dirinya dalam lingkungan sekolah.

Menghargai tiap pribadi peserta didik sesuai dengan harkat dan martabatnya, serta menghargai sesuai dengan jasa dan usahanya dalam belajar, merupakan sebentuk praktik keadilan. Praksis keadilan yang terjadi dalam lingkungan pendidikan akan membuat individu itu nyaman dan semakin termotivasi dalam meningkatkan keunggulan akademik. Ketika kebanggaan pada kualitas akademis berkurang, peserta didik mencari pembenaran dengan penghargaan diri palsu di luar, termasuk tindakan klitih, tawuran dan kekerasan lainnya.

Dalam proses pendampingan calon Guru Penggerak Angkatan 5, para guru diingatkan kembali pada konsep sistem among (among - methode) dalam pendidikan yang diterapkan Ki Hajar Dewantara. Konsep among ini meletakkan penghargaan martabat pada peserta didik. Sistem among dalam konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara menurut Sindhunata (2008) tak lepas dari konsep among Semar dalam pewayangan. Konsep  among sangat lokal Jawa. Among sangat lekat dengan momong, ngemong dan angon. Kata momong lekat dengan arti mendampingi, membimbing, mengantarkan atau menggembalakan. Dalam konsep among ini maka seperti juga Semar seorang guru (pamong) haruslah ngemong, membimbing dan mendampingi peserta didiknya, agar mereka sendirilah yang belajar untuk menyerap pengetahuannya. Kedekatan konsep among dengan kata angon, maka pamong hendaknya juga menempatkan diri menjadi gembala (pangon). Ketika angon kambingnya seorang pangon hanya mengantar kambingnya ke padang rumput hijau, dan membiarkan dengan asuhan kambingnya untuk mencari makan.

Dalam dunia pewayangan meskipun Semar adalah seorang dewa, ia tinitah untuk ngemong para bendoronya manusia yang lemah dan sering kali melenceng. Namun begitu meskipun Semar adalah dewa ia tak pernah mengarahkan atau menggariskan suatu pegangan. Dibiarkannya para Pandawa tuannya mencari dan menemukan sendiri. Memang dalam beberapa lakon Semar sering turun tangan sendiri untuk menegur dan mengingatkan jika para tuannya salah arah. Namun selebihnya Semar lebih banyak menahan diri dan tidak tampil untuk menggurui. Bahkan tampak sesekali Semar menahan diri dan tak berdaya melihat tuannya berbuat keliru. Nah dalam beberapa lakon wayang seringkali setelah para bendoronya menyadari kesalahannya barulah Semar mengingatkan kesalahan mereka. Semar menempatkan diri sebagai  pamomong dan abdi (punakawan).

Belajar dari karakter sosok Semar maka sikap pamong  yang benar memberikan kebebasan kepada anak untuk menaruh pilihan, membantu mereka bersikap dewasa.  Nah untuk itu dalam model ini peserta didik banyak di latih untuk menemukan sendiri nilai yang mau dipilih. Tentu di sini guru sebagai pamong tahu nilai apa yang mau ditekankan kepada peserta didik namun guru  mengajak mereka menemukan nilai sendiri. Dengan demikian peserta didik lebih menangkap dan menguasai nilai itu dan menjadi miliknya sendiri. Seorang pamong menempatkan diri sebagai fasilitator menempatkan peserta didik sebagai subyek pelaku. Relasi pamong dan peserta didik, akhirnya berkembang menjadi lebih akrab dan setara yaitu menjadi sahabat

Pendidikan karakter dalam konsep among ini meletakkan penghargaan martabat pada peserta didik Pendidikan karakter dalam sistem among ini akan efektif kalau seluruh komunitas sekolah merasa dilibatkan.. Dan dengan demikian mulai dari penjaga keamanan hingga kepala sekolah, harus mengerti tugas dan tanggung jawab mereka, terutama yang terkait dengan pengembangan kultur cinta damai dalam lembaga pendidikan. Perilaku kekerasan terhadap fisik orang lain merupakan bentuk nyata tidak dihargainya individu sebagai pribadi yang bernilai,bermartabat dan berharga.

Sistem among mengajarkan bahwa setiap individu itu berharga dan bernilai dalam dirinya sendiri. Siapa pun tidak pernah boleh memanipulasi dan mempergunakan bahkan merusak tubuh orang lain dengan alasan apa pun. Klitih dan tindakan kekerasan oleh pelajar merupakan tanda bahwa penghargaan terhadap tubuh di lingkungan pendidikan kita masih lemah. Padahal, penghargaan terhadap tubuh ini merupakan salah satu pilar keutamaan bagi pengembangan endidikan karakter yang utuh dan menyeluruh. Dan dengan kembali mendalami sistem among dalam praktek pengembangan pendidikan karakter utuh menyeluruh ini, maka upaya mewujudkan cita cita pendidikan yang memerdekakan, membudayakan, memperkokoh kehidupan berbangsa dan menguatkan kemanusiaan bisa terwujud. Semoga .

 

Alexander Estu Pramana, S.Pd

Guru SMP Stella Due 1 Yogyakarta

Guru Penggerak Angkatan 5 Kota Yogyakarta

Comments
  • there are no comments yet
Leave a comment