Article Detail
St. Carolus Borromeus : Gembala yang peduli pada sesama
Pada 1560-an di Keuskupan Milano, Italia, hidup keagamaan umat amat parah. Banyak anak tidak mengenal Tuhan, bahkan membuat tanda salib saja tidak bisa. Gereja-gereja sepi dari kunjungan umat, bahkan ada gereja yang diubah menjadi toko atau bangsal pesta.
Praktik hidup umat kristiani sangat merosot. Berbagai perpecahan dalam tubuh Gereja semakin kuat. Gereja dihadapkan pada Reformasi Protestan. Gelombang protes terhadap kebijakankebijakan Gereja berkecamuk deras.
Carolus Borromeus, pria kelahiran Rocca d’Arona, di tepi Danau Maggiore, Italia pada 2 Oktober 1538, adalah tokoh Gereja yang hidup di masa yang sulit ini. Sebagai orang muda yang penuh semangat, ia berusaha menyikapi persoalan ini. Bahkan, ia sangat aktif dalam persiapan hingga pelaksanaan Konsili Trente. Konsili ini diadakan secara khusus untuk menyikapi Reformasi Protestan sekaligus menggalang sikap-sikap nyata Gereja dalam usaha mengembalikan kehidupan umat ke jalan yang benar.
Tidak hanya itu, pada 31 Januari 1560 Carolus yang baru berusia 22 tahun sudah diangkat menjadi kardinal oleh pamannya Paus Pius IV (1559-1565), dan pada 7 Februari tahun yang sama ia ditunjuk menjadi Administrator Keuskupan Milan. Ia baru ditahbiskan diakon pada 21 Desember 1560, ditahbiskan imam 4 September 1563, dan ditahbiskan menjadi uskup pada 7 Desember 1563. Ia juga menjabat sebagai Sekretaris Negara Vatikan dan menjadi orang terkuat di Kuria Roma. Tugas utamanya adalah mengurus permasalahan Gereja yang paling penting.
Putra Giberto Beromeo dan Margherita de’Medicci ini menempati posisi penting dalam Gereja, berkat semangat belajarnya yang tidak pernah padam. Konon, ia rela tidur larut malam karena terus belajar.
Peduli
Setelah Konsili Trente, Carolus menjadi tokoh yang sangat getol dalam usaha mengaplikasikan keputusan-keputusan konsili ke dalam kehidupan umat. Bahkan, ia mengajukan surat pengunduran diri kepada paus agar ia dibebaskan dari tugas di Kuria Roma agar ia bisa membarui keuskupannya, Milano.
Penghasilan yang ia peroleh selama menjabat sebagai Sekretaris Negara ia kucurkan untuk beasiswa pendidikan anak-anak di keuskupannya. Carolus memberi perhatian yang sangat besar pada bidang pendidikan. Baginya, hanya melalui pendidikan maka kehidupan dan perilaku moral umat dapat diperbaiki.
Sampai saat ini, para pengikutnya, yakni suster-suster Carolus Borromeus (CB), juga sangat aktif mengembangkan pendidikan di berbagai pelosok negeri. Kepala Wilayah Tarakanita Jakarta Sr Rosiana Susilo Astuti CB mengatakan, “Khusus di Jakarta, saat ini sekolah yang berlindung di bawah Yayasan Tarakanita sudah ada 18 unit, yakni TK Tarakanita 1-5, SD Tarakanita 1-5, SMP Tarakanita 1-5, SMA Tarakanita 1-2, dan SMK. Secara nasional, sudah ada 2.000 karyawan yang aktif dan 23.000 murid.” Semua yang dilakukan suster-suster CB ini untuk melanjutkan semangat Carolus yang menempatkan pendidikan di atas segalanya.
Semangat Carolus yang mau belajar terus-menerus dan peduli pada orang lain juga coba diaplikasikan para suster CB di sekolah-sekolah yang mereka kelola. Contohnya, di Sekolah Dasar Tarakanita 3, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, tersedia sebuah galon yang disebut “galon kejujuran”. Maksudnya, setiap anak boleh mengambil air minum dari galon ini. Setelah itu, anak-anak akan menyisipkan selembar uang seribu rupiah di kotak yang ada di samping galon. Tidak ada yang mengawasi. Semua itu mereka lakukan atas kehendak hati sendiri. Uang yang terkumpul akan digunakan untuk membantu orang-orang miskin di lingkungan sekitar.
Visi Tarakanita adalah ‘Mewujudkan Pribadi Utuh yang Berbelarasa’. “Kami tidak hanya mengajar anak-anak untuk pintar, tetapi juga mengajarkan solidaritas antarsesama,” tutur Sr Rosiana. Misalnya, membantu teman yang sedang sakit, menengok teman yang sakit, menolong korban bencana alam seperti di Bengkulu dan Yogyakarta. Anak-anak juga diajak untuk peduli pada lingkungan dengan melakukan aksi Penanaman Area Lereng Merapi (PALM). Pohon dibeli dari uang saku yang disisihkan anak-anak.
Pelayanan kesehatan
Pelayanan Kesehatan St Carolus yang berlokasi di Jl Salemba Raya 41 Jakarta Pusat merupakan salah satu unit yang dikelola oleh suster-suster CB. Maka, semangat Carolus pun perlahan-lahan dibawa masuk dan meresap ke dalam bentuk-bentuk pelayanan yang dilakukan.
Direktur Kesehatan Pelayanan Kesehatan St Carolus, Sr Rosalia Istirahayuningsih CB, menguraikan bahwa awalnya masyarakat ingin memiliki Rumah Sakit Katolik. Maka, pada 1910 diadakan dialog, dan akhirnya, ada pesetujuan antara CB dan Keuskupan Agung Jakarta untuk mulai membuka rumah sakit. Pada 1918 sepuluh suster CB berangkat menuju Jakarta, tiba pada 7 Oktober 1918.
Karena pada saat itu sedang berlangsung Perang Dunia, maka baru Januari 1919 Rumah Sakit Carolus bisa menerima pasien pertama. Pada 1980 Rumah Sakit Pelayanan Kesehatan Carolus tidak hanya melayani orang sakit, tetapi juga orang sehat seperti senam otak dan senam asma.
Perhatian suster-suster CB di bidang kesehatan bukan baru muncul belakangan. Semasa hidupnya, Carolus, pendiri Serikat CB, sudah memberi perhatian pada bidang kesehatan. Pada 1576 warga Milano terserang wabah sampar ganas. Carolus, dengan kebesaran hatinya sebagai gembala umat, rela menyediakan tempat tinggalnya sebagai rumah sakit. Ia sendiri melayani sebagai perawat dan pembimbing rohani para pasien. Ia rela menampung anak-anak yatim piatu, mengumpulkan bayi-bayi yang ditinggalkan ibunya, mengumpulkan perempuan-perempuan tuna susila, dan menggerakkan bantuan makanan di musim paceklik akibat gagal panen.
Carolus wafat pada 4 November 1584, dan dinyatakan sebagai Santo pada 1 November 1610. Bertepatan dengan Pesta Carolus Borromeus, 4 November tahun ini, para suster CB mengadakan novena yang berisikan seluruh dinamika perjalanan hidup Carolus. Mereka merefleksikan riwayat dan semangat besar Carolus dalam sembilan hari novena. Tema refleksi setiap hari secara berturut-turut adalah Kelahiran Carolus, Masa Kecil Carolus, Carolus Menjawab Panggilan Tuhan, Pergulatan Panggilan Carolus, Teladan Kepimpinan Carolus, Keberanian Memperjuangkan Kebenaran, Pemberian Diri Carolus, Akhir Kehidupan Carolus, dan Carolus Diangkat Menjadi Orang Suci.
Carolus Borromeus, pria kelahiran Rocca d’Arona, di tepi Danau Maggiore, Italia pada 2 Oktober 1538, adalah tokoh Gereja yang hidup di masa yang sulit ini. Sebagai orang muda yang penuh semangat, ia berusaha menyikapi persoalan ini. Bahkan, ia sangat aktif dalam persiapan hingga pelaksanaan Konsili Trente. Konsili ini diadakan secara khusus untuk menyikapi Reformasi Protestan sekaligus menggalang sikap-sikap nyata Gereja dalam usaha mengembalikan kehidupan umat ke jalan yang benar.
Tidak hanya itu, pada 31 Januari 1560 Carolus yang baru berusia 22 tahun sudah diangkat menjadi kardinal oleh pamannya Paus Pius IV (1559-1565), dan pada 7 Februari tahun yang sama ia ditunjuk menjadi Administrator Keuskupan Milan. Ia baru ditahbiskan diakon pada 21 Desember 1560, ditahbiskan imam 4 September 1563, dan ditahbiskan menjadi uskup pada 7 Desember 1563. Ia juga menjabat sebagai Sekretaris Negara Vatikan dan menjadi orang terkuat di Kuria Roma. Tugas utamanya adalah mengurus permasalahan Gereja yang paling penting.
Putra Giberto Beromeo dan Margherita de’Medicci ini menempati posisi penting dalam Gereja, berkat semangat belajarnya yang tidak pernah padam. Konon, ia rela tidur larut malam karena terus belajar.
Peduli
Setelah Konsili Trente, Carolus menjadi tokoh yang sangat getol dalam usaha mengaplikasikan keputusan-keputusan konsili ke dalam kehidupan umat. Bahkan, ia mengajukan surat pengunduran diri kepada paus agar ia dibebaskan dari tugas di Kuria Roma agar ia bisa membarui keuskupannya, Milano.
Penghasilan yang ia peroleh selama menjabat sebagai Sekretaris Negara ia kucurkan untuk beasiswa pendidikan anak-anak di keuskupannya. Carolus memberi perhatian yang sangat besar pada bidang pendidikan. Baginya, hanya melalui pendidikan maka kehidupan dan perilaku moral umat dapat diperbaiki.
Sampai saat ini, para pengikutnya, yakni suster-suster Carolus Borromeus (CB), juga sangat aktif mengembangkan pendidikan di berbagai pelosok negeri. Kepala Wilayah Tarakanita Jakarta Sr Rosiana Susilo Astuti CB mengatakan, “Khusus di Jakarta, saat ini sekolah yang berlindung di bawah Yayasan Tarakanita sudah ada 18 unit, yakni TK Tarakanita 1-5, SD Tarakanita 1-5, SMP Tarakanita 1-5, SMA Tarakanita 1-2, dan SMK. Secara nasional, sudah ada 2.000 karyawan yang aktif dan 23.000 murid.” Semua yang dilakukan suster-suster CB ini untuk melanjutkan semangat Carolus yang menempatkan pendidikan di atas segalanya.
Semangat Carolus yang mau belajar terus-menerus dan peduli pada orang lain juga coba diaplikasikan para suster CB di sekolah-sekolah yang mereka kelola. Contohnya, di Sekolah Dasar Tarakanita 3, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, tersedia sebuah galon yang disebut “galon kejujuran”. Maksudnya, setiap anak boleh mengambil air minum dari galon ini. Setelah itu, anak-anak akan menyisipkan selembar uang seribu rupiah di kotak yang ada di samping galon. Tidak ada yang mengawasi. Semua itu mereka lakukan atas kehendak hati sendiri. Uang yang terkumpul akan digunakan untuk membantu orang-orang miskin di lingkungan sekitar.
Visi Tarakanita adalah ‘Mewujudkan Pribadi Utuh yang Berbelarasa’. “Kami tidak hanya mengajar anak-anak untuk pintar, tetapi juga mengajarkan solidaritas antarsesama,” tutur Sr Rosiana. Misalnya, membantu teman yang sedang sakit, menengok teman yang sakit, menolong korban bencana alam seperti di Bengkulu dan Yogyakarta. Anak-anak juga diajak untuk peduli pada lingkungan dengan melakukan aksi Penanaman Area Lereng Merapi (PALM). Pohon dibeli dari uang saku yang disisihkan anak-anak.
Pelayanan kesehatan
Pelayanan Kesehatan St Carolus yang berlokasi di Jl Salemba Raya 41 Jakarta Pusat merupakan salah satu unit yang dikelola oleh suster-suster CB. Maka, semangat Carolus pun perlahan-lahan dibawa masuk dan meresap ke dalam bentuk-bentuk pelayanan yang dilakukan.
Direktur Kesehatan Pelayanan Kesehatan St Carolus, Sr Rosalia Istirahayuningsih CB, menguraikan bahwa awalnya masyarakat ingin memiliki Rumah Sakit Katolik. Maka, pada 1910 diadakan dialog, dan akhirnya, ada pesetujuan antara CB dan Keuskupan Agung Jakarta untuk mulai membuka rumah sakit. Pada 1918 sepuluh suster CB berangkat menuju Jakarta, tiba pada 7 Oktober 1918.
Karena pada saat itu sedang berlangsung Perang Dunia, maka baru Januari 1919 Rumah Sakit Carolus bisa menerima pasien pertama. Pada 1980 Rumah Sakit Pelayanan Kesehatan Carolus tidak hanya melayani orang sakit, tetapi juga orang sehat seperti senam otak dan senam asma.
Perhatian suster-suster CB di bidang kesehatan bukan baru muncul belakangan. Semasa hidupnya, Carolus, pendiri Serikat CB, sudah memberi perhatian pada bidang kesehatan. Pada 1576 warga Milano terserang wabah sampar ganas. Carolus, dengan kebesaran hatinya sebagai gembala umat, rela menyediakan tempat tinggalnya sebagai rumah sakit. Ia sendiri melayani sebagai perawat dan pembimbing rohani para pasien. Ia rela menampung anak-anak yatim piatu, mengumpulkan bayi-bayi yang ditinggalkan ibunya, mengumpulkan perempuan-perempuan tuna susila, dan menggerakkan bantuan makanan di musim paceklik akibat gagal panen.
Carolus wafat pada 4 November 1584, dan dinyatakan sebagai Santo pada 1 November 1610. Bertepatan dengan Pesta Carolus Borromeus, 4 November tahun ini, para suster CB mengadakan novena yang berisikan seluruh dinamika perjalanan hidup Carolus. Mereka merefleksikan riwayat dan semangat besar Carolus dalam sembilan hari novena. Tema refleksi setiap hari secara berturut-turut adalah Kelahiran Carolus, Masa Kecil Carolus, Carolus Menjawab Panggilan Tuhan, Pergulatan Panggilan Carolus, Teladan Kepimpinan Carolus, Keberanian Memperjuangkan Kebenaran, Pemberian Diri Carolus, Akhir Kehidupan Carolus, dan Carolus Diangkat Menjadi Orang Suci. - See more at: http://www.hidupkatolik.com/2012/01/13/st-carolus-borromeus-gembala-yang-peduli-pada-sesama#sthash.Pd18C6Iy.dpuf
-
there are no comments yet