Article Detail
Evarista SMT CB: Mendampingi Anak Muda untuk Bahagia
Pendidikan merupakan salah satu bentuk karya penting dari Kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih St Carolus Borromeus (CB). Pendidikan yang dimaksud adalah mendampingi kaum muda agar kelak hidup bahagia.
Penjelasan ini disampaikan Sr Evarista Setyawati Murnining Tyas CB, Provinsial CB Indonesia periode 1999–2005 yang sekarang menjadi Wakil Provinsial CB Indonesia.
Menurutnya, pada zaman ini banyak ditemui anak muda yang tidak bahagia diakibatkan oleh lingkungan keluarga, pergaulan, bahkan sekolah mereka. Keprihatinan ini memunculkan “Pedoman Pelaksanaan Spiritualitas CB untuk Pelayanan Pendidikan”. Pedoman tersebut menjadi pegangan bagi para suster CB maupun para awam yang menjadi mitra kerja CB di bidang pelayanan pendidikan.
Menurut biarawati kelahiran Magelang, Jawa Tengah, 17 Mei 1952 ini, buku pedoman yang diterbitkan sejak 2008 itu sampai sekarang masih terus disosialisasikan kepada para suster CB dan mitra kerja CB di bidang pelayanan pendidikan. “Saya masih berkeliling ke sekolah-sekolah Tarakanita untuk menjelaskan hal ini,” tutur Sr Evarista kepada HIDUP seusai melakukan sosialisasi kepada para dosen di Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi dan Sekretari (STIKS) Tarakanita d/a Aksek/LPK Tarakanita Jakarta, Sabtu, 6/3.
Menampung masukan
Di hadapan para dosen – tampak di antaranya Ketua STIKS Tarakanita Sr Yustiana Wiwiek Iswanti CB – Sr Evarista menegaskan, ada enam unsur pokok pelayanan pendidikan yang harus diindahkan oleh suster-suster dan mitra kerja CB, yaitu (1) cinta kasih tanpa syarat dan berbela rasa; (2) iman yang dalam; (3) menghargai harkat dan martabat manusia; (4) memiliki daya juang dan ketangguhan dalam menghadapi tantangan hidup; (5) memiliki kemauan untuk maju dan berkembang; dan (6) rela berkurban dan melayani sesama dengan tulus hati. “Saya gembira karena akhir-akhir ini sudah jarang terdengar ada dosen yang killer di lingkungan Tarakanita,” ungkap Sr Evarista.
Usai memberikan paparannya, para dosen kemudian membentuk kelompok untuk mendalami isi “Pedoman Pelaksanaan Spiritualitas CB untuk Pelayanan Pendidikan”. Dalam presentasi kelompok, muncul sejumlah refleksi, seperti pengakuan mereka yang antara lain lebih senang memperhatikan mahasiswa pandai daripada mahasiswa kurang pandai, kurang berlaku objektif terhadap mahasiswa, misalnya selalu memberikan kelulusan kepada para mahasiswa agar menjadi dosen favorit, dan hubungan antardosen yang kadang terkendala karena sering muncul kelompok-kelompok (klik-klik).
Namun demikian, sebagian besar pandangan kelompok menyebutkan, sudah banyak dilakukan kebijakan-kebijakan mereka yang sesuai Pedoman Pelaksanaan Spiritualitas CB untuk Pelayanan Pendidikan. Misalnya, ada dosen yang menawarkan jika mendapat pertanyaan dari mahasiswa dan tidak bisa menjawab, kemudian baru menjawabnya di perkuliahan berikutnya, mahasiswa bersangkutan mendapat hadiah khusus dari sang dosen. “Sayang, sampai sekarang belum ada mahasiswa yang memanfaatkan aturan main saya,” tutur seorang dosen ketika presentasi mewakili kelompoknya.
Kelompok lain juga mengemukakan, untuk menjadi dosen STIKS Tarakanita tidak bisa hanya sekadar mencari uang. Sebab, mereka juga harus siap hidup sederhana.
Semua masukan dari para dosen tersebut, menurut Sr Evarista, akan dijadikan bahan untuk membangun sinergi yang kuat. “Sebelum ini, banyak mitra kerja kami yang menyerahkan semua persoalan kepada kami, para suster. Mereka sering mengatakan, ‘Ya, terserah Suster saja.’ Hal itu sekarang tidak boleh,” tutur suster yang belum lama ini mengikuti kursus Spiritualis Apostolik Aktif di Inggris.
Dia berharap, baik para suster maupun mitra kerja sama-sama memberikan masukan demi tercapainya cita-cita CB dalam melayani di bidang pendidikan.
Tidak ada anak bodoh
Menurut Sr Evarista, sebenarnya tidak ada anak bodoh. Yang ada, anak yang masih terbebani dengan persoalan. Jika persoalan tersebut telah berhasil diatasi, anak yang bersangkutan ternyata mampu berprestasi. Pandangan ini didasarkan pada pengalaman Sr Evarista sejak dari suster muda hingga sekarang. “Hampir seluruh waktu hidup saya banyak untuk pendampingan kaum muda, baik bagi suster-suster muda kami sendiri maupun kaum muda lainnya,” tutur Sr Evarista.
Karena prinsip “tidak ada anak yang bodoh” Sr Evarista tak bosan-bosan mengingatkan para guru dan juga dosen di lingkungan lembaga pendidikan CB agar tidak hanya memperhatikan siswa/mahasiswa yang pandai-pandai saja. Para guru/dosen diminta agar bersedia mendampingi siswa/mahasiswa yang dinilai kurang pandai. Mengenai caranya, tidak selalu suster lebih tahu. “Kaum awam yang memiliki kompetensi bisa melakukannya dengan lebih baik,” tutur putri kelima dari sepuluh bersaudara itu.
Selanjutnya, putri pasangan suami-istri (pasutri) Almarhum Johanes Prajasujitna dan Florentina Sujadijah (90) ini berpesan, terkait dengan pendidikan Katolik, semua warga Gereja ikut bertanggung jawab, terutama guru, dosen, dan orangtua/wali peserta didik. Khusus pendidikan di lingkungan CB, tanggung jawab tersebut tidak hanya di pundak para suster, melainkan semua orang yang terkait. “Kita harus bekerjasama untuk mendidik anak-anak kita agar mereka jangan sampai salah didik dan salah arah,” pesan Sr Evarista.
Membantu ibu-ibu
Mengaku sudah tidak muda lagi, namun Sr Evarista masih dibutuhkan kongregasinya untuk sejumlah tugas. Di luar tugas sebagai wakil provinsial, Sr Evarista masih menjadi pembina di sejumlah yayasan di lingkungan lembaga pendidikan dan kesehatan CB. “Saya masih wira-wiri, harus ke sana kemari untuk mengurusi sejumlah hal. Pokoknya, sekarang saya masih sibuk,” ungkap biarawati yang mengaku sekolahnya hanya kursus-kursus saja.
Sr Evarista memendam keinginan, kelak jika sudah dibebaskan dengan macam-macam tugas, dia ingin tetap mendampingi orang-orang muda melalui para ibu. Menurutnya, banyak ibu-ibu sekarang yang memaksa anaknya menjadi bintang. Sebagai contoh, adanya ajang menjadi bintang yang diselenggarakan di televisi-televisi, membuat banyak ibu mendorong anak-anaknya mengikuti kontes tersebut. “Menurut saya, ini salah. Anak-anak jangan dipaksa menjadi bintang. Mestinya kita lihat dulu bakatnya apa, terus kita dukung, nanti si anak tersebut akan menjadi bintang sendiri sesuai kemampuan dan keinginannya sendiri,” tutur Sr Evarista.
Menurut Sr Evarista, karena terpengaruh dengan televisi, banyak orangtua tidak kritis, tak terkecuali pada mereka yang berpendidikan cukup tinggi. Apa yang disajikan di televisi, sepertinya hendak di makan semua. Padahal, banyak program televisi yang tidak mendidik. Karena itu, Sr Evarista ingin sekali “masuk” ke lingkungan para ibu. Melalui kumpulan para ibu tersebut, dia ingin menularkan pengalaman dan pengetahuannya selama ini dalam mendampingi kaum muda.
Sr Evarista juga sangat prihatin dengan para politisi kita. “Saya hanya menonton di televisi, namun melihat bapak-bapak dan ibu-ibu yang menjadi anggota DPR dalam membahas kasus Bank Century, sikapnya kurang mendidik. Ada yang bertanya, tapi yang ditanya tidak boleh menjawab. Ada apa ini?” demikian Sr Evarista.
Seandainya para anggota parlemen itu pernah bersekolah di Tarakanita, mereka akan tahu bagaimana menghargai harkat dan martabat manusia (unsur nomor 3 dari 6 unsur pokok pelayanan pendidikan CB).
Menurut spiritualitas CB, sepanjang sejarah dan di mana saja, pada dasarnya manusia menghormati kehidupan. Kehidupan manusia amat berharga di hadapan-Nya. Berbagai penyakit, teror, penindasan, kekerasan, pembunuhan, peperangan, dan bencana alam merupakan kenyataan yang mengancam dan merendahkan harkat dan martabat hidup manusia. “Karena itu, hidup harus dilindungi dan dibela,” tandas Sr Evarista.
BIODATA SINGKAT
Tempat Lahir : Magelang,
Tanggal Lahir : 17 Mei 1952
Orangtua:
• Almarhum Johanes Prajasujitna
• Florentina Sujadijah (90)
Masuk Biara CB : 1972
Pengalaman Pekerjaan :
• Provinsial CB Indonesia, periode 1999 – 2005
• Wakil Provinsial CB Indonesia, periode 2006 – 2012
•Pembina sejumlah yayasan di lingkungan lembaga CB
Alamat: Biara St Carolus Jl Salemba Raya 41, Jakarta
Budi Santosa Johanes
http://www.hidupkatolik.com/2012/08/09/evarista-smt-cb-mendampingi-anak-muda-untuk-bahagia
Comments
-
there are no comments yet
Leave a comment